Info Gereja Katolik - “Ketika kita mendengar nama Petrus, … kita menggambarkan dalam pikiran kita sifat-sifat yang berhubungan dengannya… Sebab kita akan,… berpikir tentang… saudara Andreas, ia yang dipanggil dari antara para nelayan kepada pelayanan kerasulan, ia yang demi keutamaan imannya, menerima di atas dirinya sendiri, pembangunan Gereja (jemaat).” ((St. Basil the Great, Adv. Eunom, 4, in Joseph Berington and John Kirk, comps, The Faith of Catholics, 2:22.))
Selanjutnya, St. Basilus mengatakan demikian, “… Salah satu dari bukit ini adalah Petrus, yang merupakan batu karang di mana Tuhan Yesus berjanji membangun Gereja-Nya.” ((St. Basil, Commentary on Esai 2, 66, in ibid., 2:22)). Kutipan ini sering dipergunakan oleh para tokoh non Katolik yang mengatakan bahwa Petrus hanya salah satu dari pondasi. Ini memang bukan sesuatu yang baru, sebab dalam Ef 2:20 dikatakan bahwa Gereja dibangun di atas pondasi para rasul dan para nabi. Namun tulisan St. Basilus tidak menyampaikan formula yang disampaikan oleh tokoh non Katolik, yaitu seolah mempertentangkan peran Petrus dengan Kristus. Dalam tulisan St Basilus, digabungkan tiga metafor:
Selanjutnya, St. Basilus mengatakan demikian, “… Salah satu dari bukit ini adalah Petrus, yang merupakan batu karang di mana Tuhan Yesus berjanji membangun Gereja-Nya.” ((St. Basil, Commentary on Esai 2, 66, in ibid., 2:22)). Kutipan ini sering dipergunakan oleh para tokoh non Katolik yang mengatakan bahwa Petrus hanya salah satu dari pondasi. Ini memang bukan sesuatu yang baru, sebab dalam Ef 2:20 dikatakan bahwa Gereja dibangun di atas pondasi para rasul dan para nabi. Namun tulisan St. Basilus tidak menyampaikan formula yang disampaikan oleh tokoh non Katolik, yaitu seolah mempertentangkan peran Petrus dengan Kristus. Dalam tulisan St Basilus, digabungkan tiga metafor:
1) Kristus sendiri sebagai pondasi dengan Tuhan sendiri yang mendirikannya (1 Kor 3:11);
2) Petrus adalah pondasi dan Kristus adalah yang mendirikannya (Mat 16:18);
3) Para rasul dan para nabi adalah pondasinya (Ef 2:20, Why 21:14) dan Kristus sebagai batu penjuru; dan Roh Kudus yang mendirikannya.
Menarik memang jika kita menyimak bahwa mereka yang tidak mengakui keutamaan Petrus, luput/tidak melihat ajaran St. Basil lainnya, yang jelas menunjukkan keutamaan Petrus dan para penerusnya. Berikut ini adalah surat St. Basilus kepada St. Athanasius, di mana St. Basilus mengusulkan untuk memohon kepada Uskup Roma untuk menyelesaikan kekacauan di Gereja Timur akibat ajaran sesat, secara khusus Arianisme. St. Basilus sepertinya telah memahami bahwa Gereja Roma mempunyai otoritas superior, sehingga berhak untuk mengatur Gereja Timur:
“Adalah baik menurutku untuk mengirimkan sebuah surat ke uskup Roma, memohon kepadanya untuk memeriksa keadaan kita, dan karena terdapat kesulitan-kesulitan di dalam hal pengiriman para wakil dari Gereja Barat oleh dekrit sinode, dan untuk memberi advis kepadanya [Uskup Roma] untuk melaksanakan otoritas pribadinya dalam hal ini dengan memilih orang-orang yang cocok…., sesuai juga dengan sifat kelemahlembutan dan keteguhan, untuk mengkoreksi mereka yang tidak teratur di antara kita di sini.” ((St. Basil, Letter 69, to Athanasius, NPNF 2, 8: 165))
Maka di sini kita ketahui bahwa St. Basilus mengatakan kepada St. Athanasius bahwa jalan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Gereja Timur adalah dengan memohon campur tangan uskup Roma. Dengan ini St. Basilus mengakui bahwa Gereja Roma memiliki kekuasaan superior terhadap Gereja- gereja Timur.
Lagi, dalam suratnya kepada pemimpin Gereja Barat, St. Basilus menulis surat agar nama-nama para bidat diumumkan kepada semua Gereja Timur, agar dapat dapat diusahakan tindak lanjut demi keteraturan Gereja Timur:
“Dalam hal ini kami memohon kepadamu [Gereja Barat], untuk mengumumkan secara publik kepada semua Gereja Timur ….. Saya terpaksa menyebutkan nama-nama mereka, supaya engkau sendiri dapat mengenali siapa-siapa yang membuat kekacauan di sini, dan mengumumkannya kepada Gereja Timur agar diketahui …. Karena engkau mempunyai lebih banyak wibawa di hadapan orang-orang, sesuai dengan jarak yang memisahkan tempat kediamanmu dengan mereka, selain dari fakta bahwa engkau dikaruniai dengan rahmat Tuhan untuk menolong mereka yang sedang kesusahan.” ((St. Basil, Letter 263, To the Westerns, NPNF2, 8:32, 377AD))
Dari surat ini kita mengetahui lebih jelas lagi bahwa St. Basilus mengakui otoritas Gereja Barat, dalam hal ini Roma. St. Basilus meminta campur tangan Roma untuk menyelesaikan kekacauan akibat ajaran para bidat, yaitu Arius, Apollinarius, Paulinus dan lain-lain. Selanjutnya pada surat itu, St. Basilus menyebutkan bagaimana seorang bidat (seorang uskup yang telah diasingkan) telah menipu Uskup Roma (Paus Liberius), sehingga akhirnya ia berhasil dikembalikan kepada jabatannya setelah menerima surat dari Paus Liberius. Ini menjadi indikasi bahwa baik uskup yang orthodox maupun uskup bidat sama- sama mengakui kepemimpinan Uskup Roma. Michael Miller menulis, “Pada akhir abad ke-4, banyak jemaat Bizantin menerima bahwa Uskup Roma menerima dari Tuhan rahmat untuk mempertahankan dan meneruskan kebenaran Injil yang murni … Gereja Timur mengakui bahwa, dibandingkan dengan mereka sendiri, Gereja Roma telah dibebaskan dari (spared from) ajaran- ajaran sesat…. Hal ini memberikan alasan kepada Gereja Timur untuk menerima peran Gereja Roma dalam hal koinonia …. Karena pergolakan di Timur, pemimpin orthodoks maupun bidaah sama-sama mencari dukungan dan persetujuan keuskupan Roma. Munurut Shotwell dan Loomis, sepanjang krisis, Gereja Timur telah menerima bahwa Roma “telah menerima dari Tuhan melalui Petrus, karunia tak ternilai yang kelihatannya tidak dimiliki oleh Gereja Timur, yaitu kuasa untuk berpedang teguh kepada kebenaran dan meneruskannya dengan murni, tanpa cacat…” (( Michael J. Miller, The Shepherd and the Rock, (Huntington, Ind: Our Sunday Visitor, 1995), p.124-125)).
Dalam suratnya yang lain, yang walaupun tidak menyebutkan nama Paus secara langsung, St. Basilus menulis kepada Paus Damasus yang disebutnya sebagai Bapa (Paus), karena ia menyebutkan secara langsung nama Paus pendahulunya yaitu Paus Dionysius. Demikian bunyi suratnya:
“Bapa yang terhormat [Paus Damasus], hampir semua Gereja Timur (… dari Illyricum ke Mesir) telah menjadi resah oleh badai yang parah dan dashyat. Bidaah yang lama yang diajarkan oleh Arius, sang musuh kebenaran, sekarang telah timbul kembali dengan berani dan tidak tahu malu. Seperti akar yang asam, ia menghasilkan buah yang mematikan, dan terus menang. Alasannya adalah, di setiap daerah, para pemenang doktrin yang benar malah diasingkan dari Gereja mereka dengan kemarahan, dan pengaturan urusan-urusan jemaat diberikan kepada mereka yang memimpin para jiwa orang sederhana kepada perangkap. Saya telah memandang penuh harap pada kunjungan belas kasihanmu sebagai satu-satunya solusi yang mungkin terhadap kesulitan-kesulitan ini…. Saya telah terpaksa untuk memohon kepadamu melalui surat agar engkau terdorong untuk membantu kami…. Dalam hal ini, saya tidak memohon hal yang baru, tetapi hanya memohon sesuatu yang telah biasa dilakukan dalam kasus orang-orang yang, sebelum jaman kita, terberkati dan dikasihi Tuhan, dan secara khusus di dalam kasus anda sendiri. Sebab saya sungguh teringat, belajar dari jawaban yang diberikan oleh para bapa kami ketika mereka ditanyai, dan dari dokumen- dokumen yang masih ada pada kami, bahwa Uskup [Paus] Dionysius yang saleh dan terberkati, yang terpandang di keuskupanmu karena imannya yang teguh dan semua kebajikan lainnya, telah mengunjungi Gerejaku di Kaisarea dengan suratnya, dan dengan surat mengajar para bapa kami, dan mengirimkan orang- orang untuk membebaskan saudara- saudara kami dari perangkap.” ((St. Basil, Letter 70, NPNF2, 8:166, 366-384 AD))
Dalam suratnya yang lain St. Basilus menyebutkan bahwa orang- orang tertentu, “membawa surat-surat dari Gereja Barat, mengalihkan keuskupan Antiokhia kepada mereka” ((NPNF2, 8: 253)). Sekarang, atas hak apa Gereja Roma menyerahkan keuskupan Gereja Timur (dalam hal ini Antiokhia) kepada orang-orang yang tertentu yang dipilihnya? Nampak di sini bahwa Gereja Roma memiliki otoritas mungatur hal-hal gerejawi, dan St. Basil mengakui hal ini. Maka tak berlebihan, jika Ray Ryland dalam majalah This Rock, mengatakan, “Semua ajaran heresi (bidaah) yang penting pada abad-abad awal Gereja terjadi di Gereja Timur. Seringkali bidaah ini didukung oleh para kaisar Timur. Di banyak kesempatan, tahta Patriarkh Timur diduduki oleh para bidat. Jemaat Timur menjadi rentan terhadap ajaran sesat, namun kurang otoritas dominan yang dapat menyelesaikannya. Di dalam setiap kejadian, kepausanlah yang harus menyelamatkannya.” ((Ray Ryland, “Papal Primacy and the Council of Nicaea”, This Rock, June 1997, 26-27)).
0 Komentar